Rabu, 12 Maret 2014

Tokoh Psikologi di Indonesia

Tokoh Psikologi di Indonesia Tahun 1950-an

Awal mulanya terbentuknya Psikologi di Indonesia disebabkan oleh seorang tokoh yang lahir di daerah Wonosobo, Jawa Tengah, 7 September 1907 yang bernama Prof. Dr. Slamet Iman Santoso. Ia merupakan perintis studi Psikologi di Indonesia dan juga sebagai perintis dan pendiri pertama kali Psikologi di Universitas Indonesia, sehingga Prof. Dr. Slmet Iman Santoso di beri gelar sebagai Bapak Psikologi Indonesia. Prof. Dr. Slmet Iman Santoso dikenal sebagai pria yang jujur,tegas dan konsisten pada prinsip hidupnya, yang mana tak pernah berubah sampai akhir hayatnya. Beliau meninggal di usia 97 tahun pada tanggal 9 November 2014 dini hari pukul 00.30, setalah tiga tahun terakhir terbaring di rumah kediamannya, Jl Cimandiri 26, Jakarta Pusat. beliau meninggalkan tujuh anak, tigabelas cucu dan delapan buyut. Istri beliau yang bernama Suprapti Sutejo, sudah terlebih dahulu meninggal di bulan November tahun 1983, lebih dulu 21 tahun di bandingkan Prof. Dr. Slamet Iman Santoso. Seorang Tokoh perintis dan pendiri Psikologi di Indonesia dimakamkan di TPU Menteng Pulo setelah sebelumnya disemayamkan di aula FKUI Salemba, Jakarta.

Beliau merupakan penerima penghargaan sebagai Tokoh Pendidikan Nasional dari IKIP Jakarta (UNJ) pada tahun 1987, ia juga mendirikan Univeritas Andalas, Universitas Sriwijaya, Universitas Airlangga dan Universitas Hasanddin. Selain itu beliau merupakan mantan Direktur Rumah Sakit Jiwa Gloegoer, Medan (1937-1938) ini, ini, sangat termotivasi dalam merintis dan mendirikan fakultas psikologi, karena ia beranggapan bahwa seorang psikiater belum mampu memecahkan banyak masalah yang berhubungan dengan jiwa seseorang. Selain beliau pendiri Rumah Sakit Jiwa, Dalam bidang profesi kedokteran, beliau menerima penghargaan Wahidin Sodiro Hoesodo dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada tahun 1989. Selain beliau berprofesi kedokteran, beliau seorang ahli Psikologi yang mana pada tahun 1961 beliau juga pernah memimpin sekitar lima puluh mahasiswa Fakultas Psikologi UI mengunjungi penduduk yang terkena gusuran pembuatan Istana Olahraga Senayan dan dipindahkan ke daerah Tebet dan Penjaringan. Mereka mencoba untuk berinteraksi dengan penduduk tergusur itu. Kunjungan yang di lakukan oleh beliau utnutk mahasiswanya merupakan hal awal mahasiswa turun ke masyarakat yang ada, sehingga membuat bidang studi psikologi pun menarik banyak perhatian orang. Dimana dahulu bidang studi psikologi mempunyai banyak rintangan dan masalah saat Psikologi hanyalah sebuah jurusan dalam lingkungan FKUI, seperti sudah terlupakan. Saat itu Prof. Dr. Slamet Iman Santoso dalam pidatonya yang pada saat itu meneriman penghargaan bintang jasa Mahaputra Utama III (1973), merasa bahwa ia ibarat seorang diri di tepi pasir yang gersang tanpa pedoman untuk melintasinya sambil mengajak saudara-saudara mengembangkan disiplin ilmu yang baru ini.
Salah satu murid Prof. Dr. Slamet Iman Santoso yang sempat menjadi assistentnya pada zaman itu dan ia merupakan mantan rekto IKIP Jakarta yaitu bernama Conny Semiawan. Ia beranggapan bahwa Prof. Dr. Slamet Iman Santoso sebagai orang yang sangat tertib, teliti dan juga memiliki wawsan yang sangat luas, selalu berfikir filosofis meskipun bukan ahli filsafat. Dalam menguji mahasiswa, Slamet selalu menegaskan jangan menanyakan apa yang kamu ketahui, tetapi usahakan untuk bertanya apa yang dipahami mahasiswa. Dengan demikian dialog akan terjadi dan mahasiswa dapat mengaktualisasikan dirinya. Menurut conny Semiawan, Prof. Dr. Slamet Iman Santoso adalah tokoh pendidikan yang berani. Beliau adalah orang pertama mengusulkan perlunya satu standar bagi semua jenjang pendidikan di Indonesia. Usul yang beliau lontarkan sepanjang tahun 1979-1981 ini membuat heboh dunia pendidikan. Beliau juga mengkritik keras tentang minimnya gaji guru, karena beliau membandingkan gaji guru jaman belanda yang dua kali lipat dari gaji dokter. Sehingga guru tak perlu mencari uang tambahn dan tak perlu mencampuri dunia pendidikan dengan dunia bisnis. Beliau juga merintis mahasiswa melalui UMPTN.
Ketikan Prof. Dr. Slamet Iman Santoso menjadi ketua Komisi Pembaruan Pendidikan Nasional (KPPN) pada tahun 1979-1980, terjadi peristiwa besar dimana anak-anak SMA ingin masuk Perguruan Tinggi Negri, yaitu sebgai contohnya adalah Universitas Indonesia yang saat itu kapasitasnya menjadi meningkat dari 800 mahasiswa menjadi 4000 mahasiswa. Prof. Dr. Slamet Iman Santoso yang terkanal sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran dan Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia (1950-1953) serta mantan Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung (1968-1973) ini,  juga sangat banyak melahirkan tokoh pendidikan di Indonesia, diantaranya adalah Conny Semiawan, Fuad Hassan, Sujudi, Wardiman Djojonegoro, Mahar Mardjono dan Saparinah Sadli. Para mantan mahasiswanya ini sangat menghormati dan mengagumi gurunya ini. Mereka mengenangnya sebagai guru yang sangat akrab dan suka menularkan pengalaman. Salah satunya adalah ucapan beliau dalam acara peringatan 100 tahun Albert Einstein di ruang Rektorat UI, 1979: ”Ciri orang pandai, hal yang ruwet bisa disederhanakan, sebaliknya orang bodoh akan meruwetkan soal sederhana”. Selain hal di atas beliau juga dikenal sebagai seorang penulis termuka. Beliau sering menulis di berbagai kolomedia dan menilis buku, dan beberapa bukunya yang terkenal adalah Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Sinar Hudaya, Jakarta (1977); The Social Background For Psychotheraphy in Indonesia; Psychiatry dan Masyarakat; Kesejahteraan Jiwa; School Health in the Community; Sekolah Sebagai Sumber Penyakit atau Sumber Kesehatan; Dasar Stadium Generale, Pendidikan Universitas Atas Dasar Teknik dan Keilmuwan, Dasar-dasar Pokok Pendidikan; dan Pendidikan Indonesia dari Masa ke Masa yang diterbitkan oleh CV Haji Masagung, Jakarta, 1987.

Dahulu Prof. Dr. Slamet Iman Santoso disebut sebagai bayi ajaib karena waktu beliau lahir, beliau dilahirkan dengan keadaan terbungkus dengan ari-ari, dan warga desa menganggap bahwa bayi tersebut mempunyai suatu kelebihan. Pada saat itu banyak orang sangat panik mencari bayi tersebut, tetapi ada seorang yang bernama Nyonya Tambi, istri seorang petani indo, membantu membukakan bungkus ari-ari tersebut. Bayi itu pun menangis dan setelah Nyonya Tumbi melepaskan ari-ari tersebut ia berkata “Selamat” maka dari situ lah muncul kata (Slamet) yaitu nama dari Prof. Dr. Slamet Iman Santoso. Ayahnya seorang Asisten Wedana Banjaran. Di bawah pengasuhan ayahnya, Slamet menikmati masa kecilnya dengan penanaman nilai-nilai keramahan, saling tolong-menolong dan gotong-royong. Beliau berulang kali selalu menceritakan kisah masa kecilnya kepada banyak orang. Belian dahulu di masa kecil dan remajanya mengecap pendidikan pada jaman kolonial Belanda di Magelang mulai dari Europeesche Lagere School (ELS), Hollandsch Inlandsche School (HIS (1912-1920) dan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO (1920-1923). Kemudian melanjut ke MAS-B, Yogyakarta (1923-1926); Indische Arts, Stovia (1926-1932); dan Geneeskunde School of Arts, Batavia Sentrum (1932-1934). Beliau sangat menganggumi pendidikan kolonial Belanda pada jaman itu sampai beliau merasakan sekali suasana pendidikan zaman Belanda yang terkesan akrabnya hubungan orang tua-murid-guru, tiba-tiba hilang lenyap, diganti dengan jaman pendidikan Jepang yang mulai tidak selarasa.

Dahulu beliau menjuluki dirinya sebagai Abunawas. Yang artinya seorang yang penuh akal dan selalu bersemangat. Dan beliau juga pernah menulis dengan menggunakan spidol di area halaman kampus UI bahwa “Barangsiapa yang parkir mobil miring, otaknya juga miring”. Sehingga pada saat itu beliau dikenal sebagai seorang tokoh yang jahil dan sering dinilai aneh. Kehiduoan beliau juga dikenal sebgai pribadi yang selalu ceria, beliau juga orang yang tidak terlalu senang berolahraga

Sumber :
Belajarpsikologi.com/slamet-iman-santoso-1907-2004-bapak-psikologi-indonesia/
psycho-indonesia.blogspot.com/2011/10/mengenal-dan-mengenang-slamet-iman.html





1 komentar:

  1. Beliaulah yang berjasa yang mengenalkan saya ke dalam ilmu psikologi, semoga saya bisa banyak belajar dari kisah hidupnya dalam mencapai kesuksesan hidup berkarir menjadi psikolog atau konsultan.

    BalasHapus